Bidik-jurnalis.com, Jeneponto – Polemik mengenai dugaan hubungan gelap dan pengabaian tanggung jawab yang melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) Ahmad Kamaluddin alias AK kembali menjadi sorotan publik. Hal ini menyusul klarifikasi yang diberikan Ahmad kepada beberapa media daring pada 28 Juni 2025, yang justru mengisyaratkan pengakuan atas hubungan terlarang dan kelahiran anak di luar pernikahan sah.
Alih-alih membantah, pernyataan Ahmad terkait pembatalan rencana pernikahan oleh Rizka, ibu dari anaknya, setelah melahirkan, semakin memperkuat klaim Rizka mengenai upaya Ahmad untuk lepas dari tanggung jawab sebagai ayah biologis. Rizka menegaskan penolakannya untuk dinikahi sesaat dan kemudian diceraikan setelah melahirkan, sebuah fakta yang menurutnya kini dibenarkan secara tidak langsung oleh Ahmad sendiri.
Bukan Sekadar Biaya, Tapi Tanggung Jawab Penuh Seorang Ayah
Rizka mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengakuan Ahmad yang hanya menyinggung biaya sekitar Rp4 juta yang pernah dikeluarkan. Ia mempertanyakan bagaimana Ahmad menganggap status anaknya dan menuntut kesadaran diri Ahmad sebagai seorang ayah. Sejak anaknya lahir hampir lima tahun lalu, Ahmad diduga tidak pernah menunjukkan tanggung jawabnya, baik pengakuan formal, nafkah, maupun upaya pencatatan identitas anak.
“Tidak ada mantan anak. Yang ada itu mantan pacar, mantan istri, mantan selingkuhan. Tapi anak, dia tetap darah daging. Sayangnya, Ahmad lari dari kenyataan itu,” tegas Rizka.
Surat Keterangan Nikah Demi Hak Anak, Bukan Pemalsuan
Mengenai tudingan Ahmad tentang pemalsuan surat nikah, Rizka menjelaskan bahwa surat keterangan nikah tersebut dibuat untuk kepentingan vital sang anak. Saat itu, anaknya dalam kondisi sakit dan membutuhkan dokumen identitas untuk pengobatan serta syarat administratif sekolah.
“Kalau itu dianggap pemalsuan, saya siap bertanggung jawab. Tapi jangan lupakan konteksnya, anak ini sakit dan butuh pengakuan. Ahmad tahu itu anaknya, dia akui sendiri saat mediasi,” jelas Rizka, yang sebelumnya telah dimintai keterangan oleh Polsek Mariso terkait laporan pemalsuan tersebut. Mediasi yang sempat dilakukan pun berakhir buntu karena perbedaan pandangan terkait nafkah dan kesungguhan tanggung jawab.
Dugaan Pelanggaran Hukum dan Etika ASN
Tindakan Ahmad Kamaluddin diduga melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76B, Pasal 77 (larangan menelantarkan anak dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp100 juta), serta Pasal 28 (hak anak atas identitas, akta kelahiran, dan pengakuan resmi dari orang tua).
Selain itu, sebagai ASN, Ahmad terikat pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang melarang perbuatan asusila (Pasal 5 huruf a) dan mencemarkan martabat serta kehormatan ASN (Pasal 10 huruf f). Sanksi atas pelanggaran ini dapat berupa penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
Desakan untuk Tindakan Tegas dari Institusi Negara
Ironisnya, hingga saat ini belum ada langkah konkret dari instansi tempat Ahmad bekerja, seperti pembebasan tugas sementara atau proses etik yang transparan. Rizka menyatakan kesiapannya untuk menghadapi segala konsekuensi hukum dan akan terus memperjuangkan hak anaknya melalui jalur hukum.
“Silakan jika dia mau tempuh jalur hukum. Saya tidak takut. Saya hanya berjuang untuk anak saya dan akan menempuh jalur hukum. Biar publik menilai, siapa yang benar-benar menelantarkan dan siapa yang berjuang sendirian sejak anak ini lahir,” pungkas Rizka.
Kasus ini menjadi cerminan penting mengenai disrupsi moral sebagian aparatur negara yang diduga memanfaatkan kekuasaan untuk menghindari tanggung jawab. Pengabaian hak anak dan pengingkaran nilai-nilai publik adalah pelanggaran terhadap konstitusi dan kemanusiaan, menuntut negara dan institusi ASN untuk bijaksana menyikapi kasus dugaan pelanggaran kode etik ASN ini. (Ant)