bidik-jurnalis.com, Makassar, 2 Juli 2025 — Pemerintah Kota Makassar me aqnunjukkan keseriusan dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta mengantisipasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melalui pendekatan berbasis masyarakat. Kegiatan bertajuk “Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan, Anak, dan TPPO” yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar menjadi bukti nyata bahwa isu ini tak bisa diselesaikan dengan pendekatan administratif semata.
Kegiatan ini dilaksanakan di ruang sipakalebbi, kantor balaikota makassar rabu, 2 juli 2025 yang menghadirkan narasumber, Andi Apriady, S.H., M.H., (Tim Ahli Hukum Pemkot Makassar yang menyoroti lemahnya literasi hukum masyarakat terkait hak-hak perempuan dan anak, serta kurang optimalnya mekanisme perlindungan dan pendampingan korban di tingkat akar rumput.
“Selama ini banyak kasus kekerasan luput dari perhatian publik karena korban tidak tahu harus mengadu ke mana. Padahal negara melalui undang-undang telah memberikan perlindungan penuh. Masalahnya, akses terhadap keadilan masih belum inklusif dan partisipatif,” tegas Andi Apriady.
Ia juga menyinggung tentang masih minimnya koordinasi antarlembaga serta perlunya revitalisasi UPTD PPA dan layanan shelter di tingkat kelurahan yang belum seluruhnya berfungsi optimal.
Landasan Hukum Penanganan Kekerasan dan TPPO
Dalam kegiatan tersebut, ditegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat memiliki kewajiban hukum untuk bertindak cepat dalam setiap kasus kekerasan dan eksploitasi, sesuai ketentuan perundang-undangan, antara lain :
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014, yang menegaskan bahwa negara, keluarga, dan masyarakat wajib melindungi anak dari kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi.
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menjamin perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan domestik.
3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang memberikan dasar hukum untuk penindakan serta perlindungan korban TPPO.
4. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak, yang mengatur pencegahan hingga penanganan komprehensif bagi anak korban kekerasan dan eksploitasi.
5. Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar No. 5 Tahun 2018 tentang Perlindungan Anak, yang menjadi kerangka kebijakan lokal dalam mendorong respon cepat dan pelibatan masyarakat.
Partisipasi Lintas Sektor, Bukan Seremoni Simbolik
Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin dan Wakil Wali Kota Aliyah Mustika Ilham dalam sambutannya menekankan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremoni atau rutinitas birokrasi tahunan. Mereka menegaskan bahwa tantangan besar di lapangan menuntut keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat, dari tokoh agama, pemuda, jurnalis, hingga organisasi perempuan.
Kegiatan ini melibatkan lembaga yang selama ini bergerak dalam isu sosial, advokasi, hingga perlindungan korban.
Kehadiran organisasi-organisasi ini bukan hanya sebagai daftar hadir, tapi juga penanda penting bahwa pendekatan intersektoral harus menjadi strategi utama dalam memberantas kekerasan terhadap kelompok rentan.
Meski kehadiran banyak lembaga diapresiasi, namun tantangannya adalah bagaimana mengkonversi kolaborasi ini menjadi kerja nyata di lapangan. Banyak kasus yang tersumbat di level RT-RW, karena budaya tutup mulut, patriarki, dan minimnya pengetahuan hukum.
“Kalau sekadar hadir di forum, lalu selesai tanpa tindak lanjut, maka ini hanya menjadi festival wacana. Kita butuh keberanian dari masyarakat untuk menjadi pelapor, pendamping, bahkan pelindung pertama,” kata seorang peserta dari Shelter Warga.
DP3A Kota Makassar didorong untuk menindaklanjuti forum ini dengan pelatihan hukum komunitas, pembentukan relawan perlindungan anak, serta memperkuat layanan PUSPAGA, UPTD PPA dan shelter Warga sebagai garda depan pemulihan korban.
Kegiatan ini diharapkan menjadi pendorong kesadaran publik untuk bersikap tegas terhadap segala bentuk kekerasan. Masyarakat punya peran vital — bukan hanya menonton, tetapi turut menjaga ruang hidup yang aman bagi perempuan dan anak-anak Makassar.(*)
Dilansir dari ; Jurnalis Sahabat Anak.
(M. Jufri)