bidik-jurnalis.com, Kubu Raya, Kalbar — Di tempat di mana semestinya suara alam mendamaikan, kini hanya terdengar raungan gergaji mesin. Di tengah Hutan Lindung Sungai Manggis, sebuah operasi perusakan alam berjalan tak lagi sembunyi-sembunyi. Ini bukan sekadar penebangan liar. Ini pembantaian.
Setiap pohon yang tumbang bukan hanya kehilangan batang dan daun, tapi juga menyisakan luka di jantung Indonesia. Di balik tragedi ini, berdiri sosok yang namanya dibisikkan dengan ketakutan, tapi dikenal semua orang yakni Ramsah alias Putu. “Kami menemukan tumpukan kayu dalam jumlah besar, rapi, siap kirim. Ini bukan hasil satu malam. Ini jaringan. Ini sistem,” ujar Tim Investigasi Kujang yang membongkar operasi rahasia di balik rimbunnya Sungai Manggis.
Ramsah, atau Putu sebutan yang melekat padanya seperti bayangan di balik dosa hijau, disebut sebagai otak utama pembalakan liar. Nama ini telah jadi legenda kelam di Desa Permata. Dia tak punya jabatan resmi. Tapi kuasanya lebih nyata dari camat dan aparat.
Kayu-kayu hasil rampasan dari bumi Kalimantan dikirim ke tempat-tempat pengolahan kayu skala kecil yaitu Desa Mekar Sari, Sungai Asam, dan titik-titik gelap lain. Setiap musim, uang miliaran rupiah berputar. Tapi satu sen pun tak kembali ke rakyat.
Dan di tengah semua itu: hukum hanya menonton. “Pelaku ada. Lokasi jelas. Barang bukti utuh. Tapi tak ada tindakan. Lalu, apa gunanya hukum?” ujar warga yang geram.
Kuat dugaan, jaringan ini tak berdiri sendiri. Ada tangan-tangan tak terlihat, seragam, dan bergaji negara yang membekingi semua ini. “Mafia ini tak akan berani kalau tak ada aparat yang lindungi. Kami yakin. Karena semua sudah tahu, tapi tidak ada yang berani bergerak,” ujar salah satu warga.
Polisi hutan diam. Penegak hukum tak bersuara. Kepala desa justru sibuk mengancam media. Padahal, rakyat hanya ingin satu hal yakni keadilan. Alih-alih memberi klarifikasi, Kepala Desa Permata justru menyatakan siap melaporkan media ke jalur hukum jika berita-berita “menyesatkan” tak dihentikan. Namun publik bertanya yaitu jika kayu itu legal, mengapa ditebang diam-diam, dan disembunyikan di dalam hutan?
Lebih aneh lagi, foto-foto yang ditampilkan media pembela desa memperlihatkan kayu yang sudah diolah dengan rapi. Berbeda jauh dengan dokumentasi investigasi yang menunjukkan kayu-kayu gelondongan mentah, berserakan di lokasi larangan. Apakah ini pembingkaian ulang realitas? Atau upaya membenturkan media agar suara kebenaran terpecah?
Apa yang terjadi di Sungai Manggis bukan sekadar pelanggaran kehutanan. Ini adalah penghancuran ekosistem yang disengaja. Ini adalah genosida terhadap alam. Dan saat hukum gagal menindak pelaku yang jelas di depan mata, yang mati bukan hanya pohon, tapi juga harapan rakyat. “Jika negara tak hadir hari ini, maka anak cucu kita hanya akan tahu hutan Kalimantan dari buku pelajaran dan cerita rakyat.” Pilih diam, maka kau ikut menebang. pilih melawan, maka kau ikut menyelamatkan. Tangkap Ramsah alias Putu. Usut mafia kayu sampai ke akar. Bersihkan aparat dari pengkhianat. Hutan Kalimantan sedang menjerit. (*)
Tim/Red.